Lubang yang sama

Hening tak bergeming menemani perjalanan pulangku. Khusus malam ini, aku membenci diriku sendiri. Karena egoku yang tak bisa di bendung. Lagi lagi, aku jatuh ke lubang yang sama ..............

Kira kira dari sudut pandang orang pertama, begini alurnya ...

Pukul delapan tadi, pekerjaanku selesai dan aku berencana membeli sesuatu untuk adikku ke Central Park, karena aku sudah tak mau bergantung pada siapapun, aku terbiasa berangkat sendiri apalagi untuk membeli keperluan pribadi. Aku berangkat menggunakan busway. Pukul sepuluh lebih, aku berniat pulang menggunakan ojek online untuk menuju halte busway. Ini kali pertamaku merasa gak nyaman dengan driver ojek online, sepanjang perjalanan dia terus memaksa menawariku untuk antarkan pulang, aku mulai curiga. Dan singkat cerita aku berhenti di halte busway terdekat, ternyata memerlukan beberapa kali transit untuk sampai ke kebun jeruk.  
Busway membawaku ke tujuan monas sedangkan seharusnya aku ambil tujuan harmoni. Karena busway hampir habis dan aku sudah dua kali naik busway dengan salah akhirnya aku mulai panik, saldo kartu brizzi ku benar benar habis tadi. Dan cs sudah tak mau menerima topup karena sudah tutup. Aku juga kehabisan ovoku. Aku mulai panik karena aku berhenti di halte busway kecil di tengah tengah jalan besar. 

Lagi lagi, pikiranku menujumu. Aku tak mungkin meminta temanku untuk menjemputku saaat itu juga. Maka dari itu aku berusaha keras menghubungimu. Tak peduli akan kau anggap apa yang penting pada saat itu kita bertatapan lewat video call dan kamu tau situasiku. Kamu tak ada sama sekali menjawabku. Tetap bisu.

Aku tersungkur di pojokkan halte busway. Aku benci mengapa aku konyol sekali. Mengapa aku meminta bantuanmu. Aku merasa ingkar pada diriku sendiri. Aku benarr benar sesak. 

Aku tahu sayang, kamu masih memegang handphone saat itu. Buktinya 22 second ago kamu sempat menyukai posting akun temanmu. Lagi lagi aku benci diri ini. 

Singkat cerita,
Busway menuju harmoni tiba dan aku duduk di dekat jendela. Mataku menyelinap diantara embun yang menempel di jendela bus, menatap jauh deretan lampu lampu kota. Bayang bayang wajahmu terus mengepul diotakku diiringi angin yang menyapu bersih jalanan kota. Aku memandangi seluruh chatku yang tak terbalas, lalu menemukan chat history kita dulu. Hatiku makin perih. Menembus ingatan yang tak pernah kau izinkan. Perih ketika mengharapkan keberadaanmu namun kau tak ada. Bahkan berjuang keras menghindariku. 

Egoku saja memang jika menyuruhmu menjemputku di tempat tadi. Egokku saja memang meminta matamu untuk mengetahui kondisiku, egokku saja memang memaksa telingamu me dengarkan cerita ketakutanku malam ini. Maaf sayang, aku tak bermaskud mengambil waktu istirahatmu. 

Aku hanya takut. Aku takut sendirian malam ini. 

Malam ini aku harus sadar lagi, bahwa aku harus berjuang untuk diriku sendiri. Terima kasih manis, karenamu aku lebih kuat dari pada yang kau tau.

Komentar

Postingan Populer