Kau yang tak mau berubah, aku yang pandai bersalah

5 Januari 2019.


Semakin hari aku tak mengerti mengapa kita semakin berubah. Kita semakin tak saling mengenal satu sama lain. Kamu mulai tak mau paham mengapa tak pernah ada waktu lagi untuk berbincang tentang kita. Perlahan kau mulai mengundurkan diri dari keingintahuanmu terhadap kesibukanku. Mulai melarikan diri dari usaha usaha kerasmu untuk ingin bertemu denganku. Aku pikir ini hanya reaksi jenuhmu setelah terlalu berlebihan perihal saling menunjukkan rasa. Aku pikir ini adalah caramu mendewasakan kita yang semakin hari saling memaki. Pertikaian yang tak pernah berhenti membuat setiap dari kita saling menyakiti. Aku mengerti ini adalah satu satunya caramu agar perjumpaan kita tak berakhir saling menggores hati satu sama lain lagi.

Saat kita berada dibawah bintang yang menyala pada langit yang begitu hitam pekat, kau pernah berkata bahwa kita memiliki hati dengan kadar yang sama. Sama sama saling berjuang memberikan yang termanis. Sekarang, kita sama sama saling berjuang membela diri dan mencaci. 

Pada perkataanmu yang mengartikan kita adalah “sama”, aku pikir kau sama denganku, merindukanmu begitu sakit. Satu minggu, dua minggu kamu tak kunjung datang, kamu mulai membiasakan diri tanpaku. Katamu pada pertemuan itu, kamu tetap merindu walau hatimu sedang tersakiti. Namun, aku tak kunjung menerima sapamu. Semakin hari kamu semakin asing. Semakin aku tak mengenalmu lagi. 

Aku lelah menebak gerak gerikmu yang tak sama sekali menandakan adanya perasaan yang tersisa di hatimu. Seharusnya, hati tak akan sanggup berbohong. Sekeras apapun hatimu jika rindu, tak akan sanggup menahan untuk tidak menyapa dalam waktu yang lama. Aku kira kau ingin membuatku lebih memahami makna diriku sendiri, aku kira kau sengaja meluaskan jarak agar aku bisa melakukan banyak hal tanpa bantuanmu. Karena aku tahu kau adalah guru terbaikku yang bertingkah seolah menghukum murid yang tak mau menurut.

Kenyataanya, kesalahan kesalahanku telah menggores hatimu terlalu dalam. Ada bagianmu yang perlahan terkikis sedari dulu bersama tingkah tingkahku yang menjijikan. Ternyata, tingkah lakumu datang dari hatimu sendiri. Perih ketika membayangkan perasaanmu mulai berkurang pada kenyataan yang tak bisa kau kelak. 

Ada yang lebih sulit daripada membuat orang lain menyukaimu karena kelebihanmu, yaitu mempertahankannya tetap agar menerima kekuranganmu.

Komentar

Postingan Populer