Rindu Yang Tak Pernah Salah

Tepat pukul 2.30am dini hari ini aku memutuskan untuk mengunggah tulisanku yang sempat berdiam diri berbulan bulan di notes ponselku. Kalimat berceceran yang sengaja kutulis saat aku sedang merasakan hal ragu dan pasti tentangmu.

Aku terlalu takut akan penilaianmu. Penilaian tentang aku yang tak pernah merubah sikapku lebih dewasa dan tepat berkelas dimatamu. Bahkan hanya karena memutuskan menuliskan perasaan kedalam deretan baris ini yang mungkin akan sampai dimatamu. Karena hatimulah tujuan kalimat-kalimatku bermuara. Maka aku berusaha keras memilih diksi yang tepat agar maksudku tidak keliru ketika sampai di matamu.

Ya, lagi lagi memang tentang kamu. Semua media yang kupunya untuk menulis hanya tentang perdebatan perasaaan dan hatiku tentangmu. Ini ternyata caraku satu satunya melepas rindu. Dengan menulis, aku merasa bertemu denganmu.
Bertemu denganmu.

Sebab aku sedang mengalami kesulitan untuk menemukan titik yang sama untuk bersua. Selain itu, alasan lain adalag untuk mengingat keras wajahmu yang manis itu dan mengulang kenangan bergelimang dipelupuk mata yang sekarang kenyataannya tidak semenyenangkan waktu itu. Bertemu bukanlah obat yang melegakan, namun gerbang lain menuju kerinduan baru.

Aku rindu saat saat saat manis itu. Berbagai macam orang yang kutemui tapi rindu ini tetap menggebu dan sepi tetap mengelabu. Konon katanya, level sepi yang paling menyeramkan adalah kesepian ditengah keramaian. Benar kan?

Aku rindu wajahmu yang terpaksa manis menyambut kata kata lucu yang kuusahakan, lalu kita tertawa tanpa alasan. Rindu hatimu yang sengaja kau buat lembut demi menghiburku setiap malam yang kalut. Aku paham kalau kamu tidak punya waktu lagi untuk hal hal sepele itu. Bukan kamu yang salah. Sebab semestapun tidak pernah kalah dengan waktu. Buktinya, semesta tidak menghadirkan bunga bunga seperti saat dulu kita jatuh cinta di tahun pertama.

Sekarang ini, bercanda denganmu tidak ada bedanya dengan dongeng sebelum tidur. Indah dan bahagia tapi saat pagi tiba, semua terlupa dan tidak pernah nyata.

Apa kabar sayang? Bagaimana pekerjaanmu? Kataku yang selalu meminta pertemuan, kepadamu yang selalu tak ingin membagi waktu. Aku menghitung detik jam sambil mengiringi perjalanan pulangmu. Dan tak kunjung kembali. Tiada benda yang bergerak, hanya suara gesekan sepatu dan lantai saat itu. Ingin kutahu harga setiap tanggal merah, akan kubeli semua hari liburmu.

Kau terlalu repot mengurusi alasan untuk tidak bertemu denganku. Denganku yang tak sanggup menahan tumpahan air mata saat bercerita. Kau sibuk mengumpulkan penjelasan untuk membela hakmu sebagai pemilik perasaan. Bersyukurlah kamu yang tidak pernah merasa rindu. Pedih sekali memang merasakan rindu yang selalu berpesta ria di otakku setiap malam sebelum terpejam. Si rindu yang tidak perlu kau jamu karena dia tidak pernah singgah ke rumahmu.

Komentar

Postingan Populer