Pertemuan Melumpuhkan

11 November 2019.


Aku memutuskan menyerahkan kedua bola mataku kearah ponsel yang sedang menghadapku tepat dibawah dagu tanpa ragu.

Jari lentik yang kian menyapu letih cucuran keringat saat matahari menyengat tak henti hentinya bergerak keatas dan kebawah. Kebiasaanku, mencatat tanpa deret aturan apa yang telah singgah di kepala. Biasanya karena aku ingin mengingat memori yang tak tersimpan rapi di benak kepala. Notes ponsel bagiku seperti kotak rindu, yang kapan saja bisa di bongkar. Betul saja, selalu kubongkar ingatan ingatan yang berserakan seperti tak dijamah pemiliknya.

Urutan waktu tersusun dari catatan kisah paling baru. Sengaja tak pernah kuubah saat kubuka karena keterangan waktunya akan berubah. Notes dengan mudahnya akan memberontak mesin waktu menyeret luka dan suka yang pernah terlewati. Nyatanya, hati tak pernah mau berkompromi. Mataku yang melumpuhkan bentuk segala benda disekitarnya membantu menggeruk lubang lebih dalam lagi.

Deras air tumpah tepat membasahi peIipisku yang tak mau ragu. Catatan berantakanku membuka luka lama…



Yang kala itu, kalau tidak salah …



-
Akulah si gadis yang selalu meminta pertemuan disaat kamu lebih memilih untuk kesepian. Bergegas jariku dengan lincahnya menawarkan tempat kopi yang akan jadi jejak penumpahan kisah yang panjang.

Siang itu, matahari telah merusak keningmu sembarangan. Sehingga ketika membuka pintu café, kamu muncul dengan dahi setengah mengernyit masam. Baru kali ini aku dirugikan oleh matahari atau mungkin angin yang menarik narik kakimu untuk tidak diinjakan disini hari ini. Anggota tubuh memang tidak pernah diciptakan untuk berbohong, benar saja, pipiku merekah menyingkirkan mataku yang semakin hilang diantara katup yang menyudutkan. Benci yang menghidupinya lenyap tanpa pertikaian.

Bahagia.

Aku bahagia bertemu denganmu setelah kurang lebih 3 bulan tak berbagi rasa. Di tempat itu kita bercerita, saling berpelukan dalam canda yang kita rasa. Ratusan rotasi jarum jam terbengkalai karena terbunuh cinta yang membuncah.

Tiba di akhir tujuan pertemuan. Serupa menemukan bulan yang bergantung indah di malam hari berwarna keemasan. Ku temukan kesempatan tersembunyi dibalik hitamnya langit malam. Aku bercerita tanpa jeda menyingkirkan keramaian kota yang mengumpulkan miliaran manusia berkeliaran.


Cerita panjang di mulai. Yang kudapatkan? Bahagia dan sesak dalam waktu bersamaan.


Kita adalah masa lalu yang telah kita susun. Bagaimanapun rupanya saat ini adalah keputusan kita untuk terus melanjutkan hidup. Aku yang sekarang adalah aku yang tertatih tatih menyeret peluh rindu yang temaram. Manusia yang berlarian di jalan penolakan. Aku tetap aku yang dulu, walau berubah aku tetap merawat pilu yang kau tanamkan.

Komentar

Postingan Populer