Satu Hari Sebelum Kepergianmu

Seperti sihir, malam itu tiba-tiba berubah menjadi dingin tidak biasanya. Tidak ada teh panas, tidak ada kaos kaki tebal apalagi sweather. Kamu diam-diam menawarkan untuk tidur dekat denganku dengan alas karpet tebal dan selimut. Aku mematikan lampu hingga ruangan itu benar-benar gelap hanya sedikit cahaya yang memaksa menelusup ke celah-celah kecil menembus bagian dalam ruangan. Aku buru-buru menarik selimutku, lalu kita bicara tentang banyak hal dengan mata terpejam, tidak ada yang bisa kupandang jelas selain merasakan hangatnya suhu tubuhmu berada disampingku. Semakin lama aku semakin merasa nyaman karena tubuhmu yang mulai menghadap ke wajahku, hingga nafasmu menabrak wajahku. Aku perlahan membalikkan badanku kearahmu hingga wajah kita benar-benar dekat. Tangan kuatmu mulai memelukku, perlahan menguat hingga erat, aku bisa merasakan jarimu sampai punggungku dan jarimu memegang kepalaku. Kini aku dan kamu benar-benar melekat. Tidak sejengkalpun jarak tubuh kita menjauh, aku bisa merasakan hembusan nafasmu menabrak mataku yang terpejam, batang hidungmu menyapu pipiku halus dan bibirmu menempel didahiku. Sesekali aku membuka mataku dan memandangi wajahmu yang teduh, meraba pipi kasarmu lalu memejamkan mataku kembali dan membiarkan jariku memainkan dagumu. Aku terus menikmati hangatnya pelukan itu sebelum waktu memisahkan kita esok hari. 

Tidak banyak kata yang terucap selain "aku sayang kamu" berulang terus-terusan. Berkali-kali aku berbisik didekat telingamu, lalu kamu membalas dengan kalimat yang sama. Aku membiarkan kesunyian malam itu jadi saksi kita berdua. Sekitar beberapa puluh menit berlalu tapi aku tidak bosan dengan posisi yang sama. Aku melipatkan kedua tanganku didepan dadamu, dan kamu memelukku erat hingga detak jantungmu terdeteksi oleh telingaku. Sungguh aku merasa aman saat itu, seakan-akan tubuhmu memberi peringatan kepadaku untuk tetap tenang dan tidak usah khawatir. Kamu begitu melindungiku. Sungguh sangat sederhana pria sepertimu. Hanya dengan pelukanmu itu, aku bisa mengartikan segalanya. Kamu selalu begitu, selalu sederhana dan menjadikan segalanya sempurna. Aku bahagia bersemanyam dalam pelukan hangatmu itu.

Satu hari berlalu setelah insiden manis itu, kamu harus pergi. Kamu harus meninggalkanku sendiri di Bandung untuk berlibur selama 2 bulan. Rasanya aku ingin menangis sekuat tenaga mengetahui bahwa kamu tidak akan berperan aktif lagi di siang dan malamku. Aku hanya akan menerima pesan Line darimu saat kamu mengingatkan pola makan dan kesehatanku. Kini selama kurang lebih 60 hari itu aku harus menahan rindu genggaman kuat jemarimu itu. Pagi itu adalah pagi terberat bagiku. Pagi itu kali pertama aku membenci meihat wajahmu karena harus terburu-buru menyadari tidak akan lagi meraba wajahmu ini selama lebih dari satu bulan. Sulit menyadari bahwa hangat kulitmu tidak akan lagi kontak langsung dengan permukaan kulitku. Kini aku hanya akan ditemani suaramu yang nge-bass itu, dan perhatian manismu itu hanya akan terasa melalui ponsel kecilku ini. Aku harus bersabar dalam waktu jutaan menit untuk bisa mendapatkan perlakuan manismu itu secara langsung lagi.

Pagi itu kamu mengizinkanku untuk memelukku sepuasnya. Aku menangis sekuat tenaga hingga jaketmu basah karena air mataku. Sungguh itu pelukan terbaik sekaligus pelukan terburuk. Terbaik saat aku merasa terlindungi oleh dada kokohmu itu, kamu benar-benar melindungiku sepenuhnya. Terburuk saat menyadari itu adalah pelukan terakhir sebelum kamu meinggalkanku diruangan berantakan tempat kita terbiasa malas-malasan bersama. Rasanya aku tidak ingin melepas pelukanmu itu untuk beberapa jam kedepan. Aku mengecup pipimu berulang kali, lalu mengecup bibirmu sebagai tanda terima kasih karena telah membuatku merasa seaman ini sekaligus memberitahumu bahwa saat itu juga aku tidak mau kamu pergi sebenarnya, sayang. Aku ingin kamu tetap menemaniku. Aku ingin kita terus menghabiskan waktu berdua seperti seminggu terakhir kebelakang. Membunuh waktu bersama. Menikmati jam dinding berputar pada porosnya. Lalu kamu mebalasku dengan mengecup bibirku, mengisyaratkan bahwa aku tak perlu merasa takut, bahwa kamu mengkhawatirkanku, bahwa kamu mengetahui masalah yang sedang kuhadapi saat itu dan bahwa kamu akan tetap akan terus menyayangiku. Benar begitu sayang?

Aku mengantarmu sampai ke parkiran Kost-ku, kita berpamitan lagi dan motormu beranjak pergi. Aku memandang punggungmu yang  terus menjauh. Terus menjauhiku, berharap kamu menghentikan motormu lalu kembali kearahku. Ada hal yang membuatku sesedih dan sebahagia ini. Bahagia saat kamu kembali ke rumahmu bertemu orangtua dan adik yang sudah sekian lama merindukanmu. Sedih ketika kita harus berada dalam ratusan kilo meter dalam keadaan saling mencintai. Aku takut sayang, aku takut kamu bertemu dengan gadis-mu yang dulu lalu ada hal yang belum sempat terselesaikan, aku takut terlalu nyaman "lagi" dengan teman dekatmu yang dulu dan akhirnya lupa denganku. Aku khawatir sayang. Aku khawatir dengan keadaanmu yang tidak bisa aku cek. Kalau kamu mau tau, aku khawatir saat kamu jauh dariku kamu akan melampiaskan kekesalanmu dengan melakukan berbagai hal. Aku khawatir saat kamu merokok terlalu banyak, minum terlalu sering dan ....



Jaga diri kamu baik-baik, Sayang. Aku tidak bisa memastikan untuk 60 hari kedepan


Komentar

Postingan Populer