Harus memulai dari mana?

Sebelum memulai tulisan ini, aku tidak berusaha mengingat sosok wajahmu, semua terlintas jelas dalam pikiranku. Seperti mempunyai contekan sebelum aku memulai melukis gambar dengan kuas. Tulisan ini dibuat saat penulis sedang dalam keadaan telah berkali-kali menghela nafas dan perasaan yang berantakan. Maafkan jika terlalu drama, aku hanya ingin mengabadikanmu dalam setiap tulisanku.

Saat malam itu, satu kejadian yang tak disengaja. Pikiranku sangat kacau dengan kesibukan yang akhir-akhir itu sangat mengganggu pikiran. Tugas kuliah, tugas organisasi, deadline kepanitiaan, urusan kelas. Kesibukan yang tak seberapa itu datang kepadaku, kepadaku yang selalu gampang membawa pikiran stres menghadapinya. Entahlah, aku adalah satu dari kesekian ribu orang yang mudah panik menghadapi masalah-masalah kecil hingga kadang berujung stres dan akhirnya cengeng.

Malam itu, aku berusaha menenangkan diri. Entah kenapa, disetiap sela kesibukanku aku masih tetap menyisakan ruang otakku untuk mengingatnya. Bahkan aku tidak ingin melakukan apapun atau hanya sekedar merunduk karena gamang dan berusaha menyelesikan masalah sendiri. Aku selalu mengingatnya kapanpun saat aku tidak menginginkan separuhpun waktu itu ada. Aku ingat karena kita berdua terlibat dalam satu kepanitiaan sebuah acara dikampusku. Aku merasa masalah yang sedang aku hadapi saat itu rumit dan aku butuh seseorang untuk hanya sekedar mendengarkan, dan aku ingin dia yang mendengarkan lontaran pertama dari mulutku. Aku muai membuka chat box dengannya, aku mulai mengetik sederetan huruf yang sebenarnya tidak terlalu penting. Aku menanyakan apa yang aku alami dia juga pernah mengalaminya? Dan sebelum dia membalaspun aku sudah tau bahwa ia sudah pasti mengalami masalah-masalah kecil itu, hanya saja aku terlalu berlebihan dan manja.

Line itu berbunyi. Balasan darinya sekitar pukul 00.11 malam. Sebenarnya aku tidak terlalu ingin menghiraukan apa balasannya, aku hanya merasa tenang saat aku memulai percakapan dengannya. Semua berusaha dilibatkan dalam pekerjaan tapi sebenarnya ini masalah personal. Aku sudah mulai cukup mengenalnya. Ia bukan orang yang punya karakter bertele-tele. Aku terlalu yakin bahwa dia tidak akan menyempatkan waktu untuk hal yang tidak penting disela kesibukannya yang beberapa hari lagi menuju puncak acara.  Dia tetap membalas chat Line ku walau dalam konteks pekerjaan yang akhirnya berujung obrolan sampai larut malam hingga dia menyuruhkan untuk istirahat. Mulai malam itu, aku bisa belajar darinya bahwa seorang pemimpin itu tidak harus memperdulikan anggota yang tidak menghargainya, tapi tetap dalam jalan yang benar dan kebaikan akan selalu menghampiri. Aku mengagumi setiap kata yang ia ucapkan walau konteks obrolan kita tidak pernah keluar dari pekerjaan.

Insiden malam yang membuatku terkagum-kagum itu ternyata membuat aku merasa bahwa aku menginginkannya. Disetiap hariku. Aku jatuh cinta. Aku jatuh cinta pada setiap tingkahmu, aku jatuh cinta pada caramu memipin rapat, aku jatuh cinta pada setiap gerak gerikmu, aku jatuh cinta pada matamu yang selalu terlihat lelah, dan aku jatuh cinta pada tubuh tinggi yang selalu mengenakan baju terlihat  lusuh, aku jatuh cinta pada semangatmu saat bercerita bola, aku jatuh cinta sayangnya kamu tidak. Bahkan dia tidak pernah tahu, disela tertawaanku bersama teman-temanku, diselalu-sela tugasku yang semakin hari semakin menumpuk, aku selalu menyempatkan mencarimu dalam sosial media. Aku membuka instagrammu berkali-kali hanya ingin memuaskan batinku yang terpenjara bayang-bayang yang aku buat sendiri.
Apakah kamu tahu aku membalas semua pesan dari pria yang sebenarnya tdak menarik bagiku hanya demi melupakan dan mengusirmu dari pikranku dan berharap ada yang sama sepertimu, menggantikanmu. Tapi kenyataannya tidak. Kamu terlalu membuatku mengikat seluruh perasaanku hanya boleh untukmu. Dalam peram. Yang tak tersiratkan. Bukan salahmu. Ini salahku yang terlalu mengangumi setiap detik karaktermu yang terbongkar.

Aku lelah memaksakan diri terus menerus untuk tahu semua kegiatanmu setiap hari, berkomunikasi dengan siapa saja kamu perhari. Semakin aku tahu tentangmu semakin aku  merasa bahwa aku tidak pantas bersamamu. Bahkan menyukaimupun, aku tidak pantas. Keakrabannya kamu dengan teman-teman yang high classmu itu membuatku semakin minder. Kegiatanmu menghabiskan waktu ke tempat-tempat bagus di Bandung dan berkarya diorganisasi membuatku terlalu merasa banyak kekurangan untuk sekedar sebanding denganmu.
Membuatku selalu membandingkan diri sendiri dengan gadis-gadis disekitarmu. Aku hanya gadis yang tak punya wajah menawan, aku tidak seakrab teman sepermainanmu, hanya gadis yang berharap suatu saat bisa memperpajang obrolan dan waktu bersamamu, belajar semua hal darimu. Aku hanya gadis yang selalu berdrama, yang selalu melibatkan perasaan disetiap kejadian yang dialami, gadis yang terlalu cengeng dengan masalah-masalah spele, gadis yang tidak bisa berkontribusi banyak di sebuah kegiatan. Aku gak peduli. Itu pandangan semua orang terhadapku dan termasuk kamu. Aku tidak terlalu peduli. Aku memang berlebihan dan terlihat lemah karena kegalauan dalam setiap tulisanku. Aku sangat tidak peduli.

Aku tidak berharap banyak apalagi bisa bersamamu setiap hari. Itu mustahil.  Aku hanya ingin waktu kita untuk hanya sekedar duduk berdampingan lebih panjang dan lebih lama dan masih bisa mendapatkan pesan Line darimu walau hanya sederetan kata dan angka. Aku tidak berharap kamu melibatkan perasaan yang sama. Kamu membuatku menyadari bahwa cinta yang tulus masih ada. Belajar tulus mencintai tanpa memandang fisik, aku tidak melihatmu, aku merasakanmu.

Yang aku ingin kamu tau dariku, aku mulai terlalu nyaman berbicara denganmu walau hanya sebatas obrolan di social media atau obrolan singkat saat bertemu. Kamu tidak menyisakan ruang dihatiku  untuk mencintai orang lain. Aku mulai merasakan ketulusan yang disebabkan oleh seluruh sikap baikmu yang  terungkap dan terus mengisi kekagumanku. Aku mulai mencintaimu.

Komentar

Postingan Populer