Bercerita Kepada Hujan

12.42 am
Bunyi rintik hujan yang mereda terdengar menyelinap melalui udara jendela kamar yang sedikit terbuka. Tuts papan ketik mengeras lalu melambat. Bunyi kret kasur mengeret, dan gesekan tangan ke tembok yang menyusut. Aku coba memejamkan mata, yang ada hanya ingatan jelas tentang matamu yang bulat, sesekali berkedip. Otakku dibawa memutar kedalam ingatan ingatan kemarin dan kemarin seterusnya. Bahkan pertemuan terakhir kita tadi pagi, aku masih mengingat detail insiden spele itu, senyum kaku mu, baju biru sedikit lusuh, punggung yang terus bergerak menjauh, dan sapaan manis, sapaan seorang kakak.

Mengapa hujan diam? Mengapa ia diam saat aku butuh jawaban tentang apa yang aku rasakan? Hujan, mengapa kau menenggelamkanku dalam jutaan tanya?
Hujan, hanya kepada rintikmu aku bercerita. Hanya kepada derasmu aku menderu. Bawalah isi hatiku kepadanya. Bawalah segala doaku untuknya. Langit yang sama, pijakan tanah yang sama. Aku memanggilmu.

Pujaan hati, sesekali aku ingin menganggu kesibukanmu, sesekali aku ingin ada disetiap kelelahanmu. Maafkan, aku selalu datang diwaktu yang salah, aku hanya ingin sekedar menyemangati, tapi bahkan aku malah mengacaukan waktumu. Bukan itu yang ku mau, aku tidak gila prioritas lagipula siapa aku. Aku hanya ingin jadi bagian dari keseharianmu.

Aku menyayangimu sebagai sahabat, dan kakak. Itukah yang kau mau? Jika begitu kak, aku takut, aku takut ada adek mu yang lain atau bahkan adek adek mu selanjutnya. Aku ini memang gila nomor satu, sudah ku bilang. Aku egois. Aku terlalu memaksakan keinginanku, terlalu menyayangimu.

Halah. Tau apa aku tentang menyayangi. Jika aku merasa saat ini menyayangimu, teman2 dekatmu itu lebih menyayangimu. Jika saat ini aku rasa aku mengenalmu, teman2 dekatmu itu lebih tahu dari pada aku. Aku ini apa? Hanya seorang gadis yang merasa terlalu mengenal semua tentang dirimu, hanya dengan sebatas perkenalan yang belum genap setahun, hanya dengan mengandalkan pandangan mata yang sesekali bertemu, mencari tahu kegiatanmu setiap hari di sosial media, yang masih selalu mencarimu di setiap kerumunan, dan menerka nerka lalu menyimpulkan jawaban. Sungguh semudah itukah?

Ini bukan persoalan kamu menyimpan perasaan yang sama atau tidak, tapi perkara tujuan dari perlakuanmu kepadaku saat ini. Jujur saja, kak. Aku sangat takut, takut terlalu menerka nerka. Apa perlakuan ini hanya karena kamu menjaga perasaanku saja? Aku bahkan menerka bahwa kamu lebih dulu mengetahui isi perasaanku, aku rasa aku sudah terlalu menunjukan perasaan yang harusnya aku simpan, hanya saja kamu memilih diam dan tak mengartikannya terlalu jauh. Kalo boleh jujur, ini semua mengalir begitu saja bahkan sudah ku cegah. Apa perlakuan baikmu ini hanya karena rasa kasihan? Duh, kak.

Aku bahkan takut suatu saat aku merasa kehilangan sebelum memiliki jika aku terus terusan membiarkan perasaan ini mengalir. Aku sangat takut, lalu yang harus aku pilih adalah menjauhimu. Ketahuilah, aku menahan semua ini sekuat tenaga. Aku berusaha untuk tidak bersikap seperti biasanya hanya untuk mencegah perasaan yang terlalu berlebihan. Nyatanya aku tidak bisa.

Tapi, aku harus menjauhimu dan menjaga jarak. Daripada terus merasa tenggelam dalam jutaan tanya.

Hujan, dalam tidurku malam ini, sisipkan wajah indah dalam mimpiku. Kau hujan, temani tidurku hingga bertemu dengannya, melihat wajahnya tersenyum kaku seperti biasa ditengah kerumunan.

Terinspirasi dari lagu Use Somebody - Kings of Leon, dan Kamu.

Komentar

Postingan Populer