Tentang Pria Itu

Malam ini sangat sunyi, hanya terdengar suara tuts papan ketik dan hembusan angin pendingin kamar. Penulis sedang dalam keadaan duduk menghadap laptop dan kaki kedinginan menyentuh lantai. Rasanya lemas setelah seharian bertemu banyak orang di kampus, lalu masuk kelas seperti hari sebelumnya dan rapat. Memang tidak sesibuk orang lain, aku hanya meebih-lebihkan. 

Kuhempaskan tubuhku dikasur. Mataku terbelalak ketika ponsel berbunyi disamping telinga. Sederetan kalimat dalam pesan segera kubuka... 
"Sudah tidur?"
Aku bosan dengan setiap kalimat itu yang hampir setiap hari muncul diponselku bahkan aku hampir hafal jam berapa saja akan datang sederetan kalimat itu. Aku mengernyitkan dahi lalu tiba tiba uratku melemas. Jam dinding berhenti sejenak. Aku bosan. Tolong dunia, kabulkan permintaanku sekali ini saja. Izinkan aku membenci semua ini.

Coba lihat, ada yang kedinginan menanti pelukan, menanti sesuap nasi, membutuhkan sehelai kain. Aku tidak tahu diri. Coba lihat! ada yang berada dipelukan hangat, tersenyum lebar. Tidakkah kau tahu mereka menangis dalam diam? Lalu apa yang dianggap benar?

Izinkan aku membencimu. Izinkan aku marah padamu. Mengapa kau berbeda. Rasanya ingin teriak dan memelukmu erat.

Mengapa perhatianmu selalu sepenuhnya untukku? Mengapa kau selalu meluangkan waktu untuk sekedar mengetahui kabarku bahkan ketika siapapun tidak peduli padaku. Mengapa kau sangat menjengkelkan? Mengapa kau sangat mencampuri urusanku? mengapa kau sangat takut untuk sekedar membiarkanku lepas dari tanganmu? mengapa kau membuat teman-temanku sangat iri padamu? Aku membenci segala hal, aku membencimu mengapa aku sangat menyayangimu. Mengapa tuhan sang pemurah hati begitu mudah membiarkan aku memiliki pria sepertimu. Aku membencimu.

Ingatkah, dulu aku selalu membentakmu karena aku selalu dipaksa solat tapi anda tidak? Mengapa sekarang aku sangat menyesal ketika mengetahui bahwa anda tidak pernah melewatkannya. Mengapa aku sangat menyesal dan ingin menangis sekencang-kencangnya ketika suaramu  yang selalu terdengar adzan dimesjid depan rumah.

Aku membenci setiap gerak gerikmu yang selalu tidak menampakan muka ramah, yang kadang hangat dan kadang dingin. Kadang ingin terlihat lucu tapi tidak. Yang selalu marah ketika ponsel dalam keadaan mati, yang selalu memahami keinginanku, yang selalu membelikan barang mahal, yang selalu memaksaku untuk mengerti politik dan menguasai lebih dari dua bahasia didunia, yang selalu marah ketika aku sedang ingin sekedar mengadu, yang selalu mengatakan aku sangat cengeng dan tidak pernah dewasa. Yang selalu mengusir teman-temanku ketika menungguku berangkat sekolah karena aku lelet. YANG TIDAK PERNAH MEMANJAKAN. 

Coba tanya dirimu. Apa anak sepertiku pantas menjadi milikmu? aku benci. Aku benci mengapa aku selalu berusaha melepas pelukmu yang memaksaku berada didekapannya. Tolong, janganlah banyak bicara. Aku menirumu, bukan mengikuti ucapanmu. Dunia terlalu kejam, membiarkan anak sepertiku mempunyai pria yang selalu menyayanginya. Rasanya tidak adil. Bagi mereka.

Cukup. Aku rasa sekarang giliranku. Dunia tak adil. Seharusnya kau diam. Biarkan aku yang berlari dengan kakiku. Biarkan tanganku mengusap dahimu yang semakin mengkerut.

Ayah. Aku tidak yakin bahwa akan ada seorang pria sepertimu, menyayangiku sangat tulus, sangat dalam. Apakah akan ada yang akan menggantikanmu mengurus anak manja sepertiku?

Ayah, aku sangat membencimu. Aku tetap ingin berada dipelukmu.



anak yang paling bahagia memilikimu...

Komentar

Postingan Populer